Jumat, 30 November 2012

Jurnal Harian 6: Friend Raising

Pada kesempatan kali ini, saya akan sedikit mengulas soal fund raising.

Secara umum, fund raising adalah kegiatan penghimpunan dana yg dilakukan oleh suatu kelompok/organisasi/lembaga dengan tujuan tertentu yang dapat mendukung visi kelompok/organisasi/lembaga tersebut.

Ah ya, saya tidak mencantumkan sumber dari definisi di atas karena itu memang merupakan definisi versi saya sendiri. :p

Nah, kenapa sih suatu lembaga, terutama lembaga nirlaba, perlu melakukan fund raising? Kurang lebih inilah alasan-alasannya:

1. Membiayai program dan operasional lembaga tersebut.

2. Menjaga sustainability (keberlangsungan) lembaga tersebut.

3. Meningkatkan eksistensi lembaga tersebut di samping melalui program.

4. Melaksanakan perintah Allah (khusus untuk lembaga amil zakat).

Fund raising sendiri terbagi atas tiga kategori berdasarkan sasarannya, yaitu retail (perorangan), korporat (perusahaan swasta), serta lembaga donor. Masing-masing kategori memiliki teknik atau pendekatan yg berbeda-beda. Mudahnya, tidak akan sama cara kita berbicara pada satu orang lawan bicara dengan presentasi di hadapan suatu kelompok kecil. Orang yang ahli di satu kategori tertentu belum tentu ahli di kategori lainnya.

Untuk tekniknya secara terperinci, tidak akan saya bahas pada kesempatan ini. Mengapa? Karena kebetulan saya belum memiliki ilmunya. :p

Namun ada satu hal penting yg perlu diingat baik-baik, yaitu "fund raising is friend raising". Artinya, penting bagi para fund raiser untuk membina hubungan yang baik dan berkelanjutan dengan para donatur. Jangan hanya melakukan pendekatan yang begitu intense ketika ingin menghimpun donasi, namun melupakan donatur setelah kita mendapatkan dana dari mereka. Salah satu alasannya adalah biaya (cost) untuk menjaring para donatur baru bisa mencapai  tiga kali lipat biaya untuk (sekedar) menjaga hubungan dengan para donatur lama. Dengan begitu, ada peluang untuk mereka ingin memberikan donasi secara kontinyu.

Yap, sekianlah paparan singkat saya mengenai fund raising. Mohon maaf jika banyak kekurangan maupun kesalahan. Bagi yang berminat, mari kita diskusikan bersama. :)

Jurnal Harian 5: Islam dan Kepedulian Sosial

"Jangan (hanya) melihat ketaatan seseorang dalam beribadah seperti sholat, tapi lihatlah (juga) bagaimana ia dalam memegang amanah dan peduli terhadap tetangganya."

Yap, rasanya hal itu merupakan salah satu insight yg saya dapatkan dari sharing knowledge dan value oleh para pemateri di dalam kelas. Mereka, para pemateri, merupakan orang-orang yg hebat di bidangnya masing-masing. Dengan pengalaman, pengetahuan, capaian, serta nilai yg dimiliki, mereka mampu memberikan inspirasi pada saya dan rekan-rekan lainnya.

Tapi, apa sih sebenarnya maksud dari pernyataan di atas tersebut?

Nah, mari kita coba bahas secara singkat.

---

Islam sebagai sebuah agama telah mengatur para pemeluknya untuk dapat menyeimbangkan aspek ibadah dengan Allah, sang khaliq, maupun dg makhluk atau manusia lainnya. Artinya, seorang muslim diharapkan tidak hanya taat beribadah secara individu namun juga memiliki kepedulian sosial yg tinggi.

Kalau mau kita tilik sedikit, mari kita cermati lima pilar penopang agama yg termasuk ke dalam rukun Islam. Pasti sudah tau semua kan ya? :p
Dari kelima rukun tersebut, ternyata beberapa di antaranya memiliki aspek sosial atau hubungan dg manusia lainnya, tidak hanya mengatur hubungan dengan Sang Pencipta.

Syahadat misalnya. Dengan mengakui bahwa Allah lah Tuhan yg berhak disembah dan Muhammad adalah utusan-Nya, seorang muslim seharusnya menganggap bahwa dirinya sama, sederajat dengan manusia-manusia lainnya. Tidak boleh membedakan satu sama lain, apalagi merendahkan. Yap, hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari ber-Islam-nya seseorang. Mengakui bahwa semua manusia merupakan hamba yg tidak ada bedanya di hadapan Allah, Tuhan semesta alam.

Berikutnya adalah zakat. Salah satu rukun yg sering dilupakan oleh para muslim ini memiliki nilai sosial yg begitu tinggi. Dengan memberikan sebagian (kecil) harta mereka kepada orang yg tidak mampu, seorang muslim diharapkan terasah kemauannya untuk terus saling berbagi untuk sekitarnya.
Tapi tidak sampai di situ, filosofi dari zakat adalah mengangkat kesejahteraan secara jangka panjang (pemberdayaan). Artinya, para mustahiq setelah menerima bantuan dana zakat sebenarnya diharapkan untuk dapat menopang kebutuhannya secara mandiri. Maka seperti yg kita ketahui pada zaman kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, zakat mampu menciptakan sebuah tatanan masyarakat yg di dalamnya tidak lagi ada orang yg mau menerima dana zakat karena sudah dapat mandiri secara finansial.

Betapa tinggi bukan aspek sosial dari salah satu rukun Islam ini? Namun sayangnya semangat ini sering sekali diabaikan.

Nah, kedua rukun tersebut rasanya cukup menjelaskan mengapa seorang muslim dituntut memiliki kepedulian sosial yg tinggi. Implementasinya tidak melulu melalui zakat dan infaq, namun bisa yg lainnya. Membantu tetangga, menjawab salam, memberikan senyuman, maupun mengajarkan pengetahuan misalnya, hal-hal tersebut jg merupakan ibadah yg bertujuan menjaga hubungan dg manusia lainnya. :)

---

Tulisan ini dibuat utamanya sebagai pengingat bagi diri sendiri. Semoga kita senantiasa memiliki kepedulian terhadap lingkungan di sekitar kita. :)

Selasa, 27 November 2012

Jurnal Harian 4: Relawan Setengah Hari

Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Rasanya ketiga aspek itulah yg menjadi fokus gerakan filantropi Islam dalam negeri beberapa tahun terakhir. Tentu wajar, mengingat ketiganya merupakan aspek yg begitu vital berperan dalam kesejahteraan manusia secara umum.

Hari ini, saya berkesempatan untuk sedikit merasakan bagaimana bekerja di Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC), sebuah jejaring yg bergerak di bidang kesehatan.


Temanya adalah 'Relawan Satu Hari'. Namun kalau mau dicermati, rasanya lebih tepat diganti menjadi 'Relawan Setengah Hari' (karena kami baru mulai bekerja setelah istirahat siang). :p


---

Saya dan beberapa orang rekan sampai ke LKC sekitar pukul 10 pagi. Di sana, kami dijelaskan mengenai profil LKC secara singkat. Setelah ada sedikit tanya jawab, barulah kami dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil untuk ditempatkan ke unit-unit yg ada di sana.


Kebetulan, saya mendapatkan kesempatan untuk mencoba bekerja di bagian Customer Service (CS) dan UGD.


---


Di bagian CS, saya bertanya banyak dan mengamati bagaimana proses registrasi para dhuafa untuk mendapatkan layanan gratis di sana. Unit  CS dikhususkan untuk melayani para member yg telah terdaftar. Bagi para dhuafa yg belum memiliki keanggotaan, tempat untuk mendaftarnya adalah unit Kepesertaan. FYI, karena sebagian besar dana LKC ini bersumber dari dana zakat (dimana hanya ditujukan untuk delapan ashnaf), pengelola perlu memastikan apakah para pendaftar keanggotaan benar-benar tergolong tidak mampu (dengan melakukan survey lapangan ke rumah pemohon keanggotaan).


Proses registrasi untuk mendapatkan layanan pun ternyata bisa dibilang simpel dan tidak merepotkan. Dengan hanya menunjukkan kartu anggota dan memberi tahukan layanan yg diinginkan, CS akan memrosesnya dalam waktu yg singkat. Tidak sampai 3 menit! Layanan yg disediakan di LKC meliputi poli umum, gigi, mata, kebidanan, gizi, juga beberapa layanan spesialis dan yang lainnya. Meski untuk layanan spesialis, ada jadwal-jadwal tertentu setiap minggunya.


Nah, selain mengamati dan bertanya, tentunya saya juga sempat merasakan bagaimana menjadi seorang Customer Service di LKC yang bertugas melayani para dhuafa yang datang ke sana, walau hanya sebentar. Hehe.


Berikut adalah gambar dari unit Customer Service LKC:



---

Yah, begitulah paparan singkat saya ttg pengalaman saya menjadi 'relawan setengah hari' di LKC. Untuk di UGD, rasanya tidak banyak yg bisa diceritakan karena memang tidak ada yg saya kerjakan di sana, alias gabut. Haha.

Yuk, mari semangat untuk mengawali satu minggu ini ke depan, yooosh! :-D

Minggu, 25 November 2012

Jurnal Harian 3: Perbedaan

Tampaknya memelajari ilmu fiqih tak dapat dilakukan hanya dalam waktu singkat, apalagi satu hari saja. Begitu pun dengan fiqih zakat. Pada hari ketiga in-class training, kami mendapati lagi materi mengenai fiqih zakat dijelaskan di dalam kelas. Padahal tepat sehari sebelumnya, materi tersebut sudah disampaikan kepada kami walau oleh pemateri yang berbeda.

Namun uniknya, ternyata ada beberapa pandangan yang cukup berbeda (tidak mesti bertentangan) dari kedua pemateri pada kedua hari tersebut. Saya pribadi sebenarnya tidak terlalu memersoalkan ini, malah rasanya beruntung dapat mengambil dua perspektif yang berbeda akan satu hal yang sama. :)

---

Ini mengenai muallaf. Seperti yang tercantum di dalam Qur'an, muallaf merupakan salah satu golongan dari delapan ashnaf (mereka yang berhak menjadi penerima zakat). Tujuan pemberian zakat terhadap muallaf adalah untuk menguatkan keimanan mereka ketika telah memutuskan untuk masuk ke dalam Islam. Yah, karena sangat mungkin mereka tidak lagi mendapat dukungan sosial maupun materi dari kaumnya yang bukan pemeluk agama Islam.

Salah seorang peserta pelatihan bertanya, "Sejauh mana seseorang dapat dikatakan sebagai muallaf?"

Pemateri pertama menjawab, "Muallaf itu ya batasannya ketika mereka telah mengucap syahadat dan memeluk agama Islam. Jika belum menjadi seorang muslim, maka mereka tidak layak untuk mendapatkan zakat dari para muzakki."

Pemateri kedua menjawab, "Muallaf itu bisa merupakan orang yang baru saja memeluk agama Islam ataupun non-muslim yang (sangat) memiliki potensi untuk masuk ke dalam Islam. Bisa jadi zakat yang diberikan menjadi penguatan bagi mereka atas keyakinannya. Selain itu, termasuk juga para muallaf yang telah memeluk agama Islam, namun dalam perjalanannya keimanan mereka melemah."

---

Potongan cerita tersebut hanya salah satu contoh perbedaan pandangan yang disampaikan oleh kedua pemateri yang berlainan. Bukan untuk mengumbar, tapi sekedar berbagi pengalaman. Saya yakin perbedaan semacam ini nantinya akan sering kita jumpai dalam keseharian kita. Persoalannya adalah bagaimana kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan bijaksana. :)

Wallahua'lam bishshawab.

Sabtu, 24 November 2012

Jurnal Harian 2: Perbekalan Inti

Hari ini merupakan hari pertama saya mendapatkan materi di kelas yang sesungguhnya, literally. Mengapa bisa dibilang begitu? Yah, sebenarnya karena dua hari sebelum ini, materi diberikan di dalam ruang aula ataupun ruang rapat yg biasanya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar.

Ah iya, sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya saya menjelaskan kegiatan apa saja yang saya lakukan dalam beberapa hari terakhir ini. Pasti pada penasaran kan? Hoeks.

---

Jadi begini, terhitung Selasa kemarin, tanggal 21 November 2012, saya mulai menapaki lembaran baru dalam kehidupan saya, yaitu meniti karir di suatu lembaga zakat profesional dalam negeri. Untuk memiliki kompetensi dan pengetahuan yg mumpuni sebagai agen dari lembaga tersebut, saya dan beberapa rekan lainnya perlu menjalani masa training selama kurang lebih satu tahun.

Nah, jadi materi yg saya maksud di awal tadi adalah materi-materi yg berhubungan dengan zakat serta pengelolaannya. 

---

Jujur saja, hari ini materi yg diberikan tentang fiqih zakat cukup membuat saya puyeng. Kenapa? Karena ternyata ada aturan main yg begitu terperinci mengenai zakat dan pembayarannya. Misalnya, apa itu zakat, kapan perlu dibayarkan, kriteria apa yg menjadikan seseorang itu wajib zakat, apa bedanya dengan infaq dan shodaqoh, dsb dsb.

Yah, awalnya sih saya hanya tahu bahwa zakat itu besarannya 2.5% dari harta yg dimiliki tanpa detail lebih lanjut. Padahal, tidak semudah itu juga ternyata. Haha. Mengenai ringkasannya, mungkin lain kesempatan akan coba saya susun. Itupun kalau sudah benar-benar paham. Yosh!

Walaupun kl coba saya ingat-ingat, bab tentang zakat rasanya sudah pernah dipelajari saat masih berada di sekolah menengah atas. Tapi entah kenapa, ingatan-ingatan itu menguap tak berbekas dari kepala.

Harap saya, semoga Allah memberikan kemudahan bagi saya dalam memahami apa yang akan menjadi perbekalan inti saya sebagai seorang amil profesional. :)


---

Sebagai penutup, di samping pengetahuan baru yg diperoleh, setidaknya ada beberapa insight yg dapat dipetik dari apa yg saya dapatkan di kelas. Antara lain:

1. Pentingnya melakukan pencatatan keuangan pribadi. Hal ini nantinya akan memudahkan saat kita menghitung berapa jumlah zakat yg perlu ditunaikan. (Berdasarkan refleksi seorang teman)

2. Pentingnya menguasai dasar-dasar fiqih zakat sebagai seorang amil. Alasannya, agar dapat menjawab pertanyaan orang-orang di sekitar kita. Biasanya, begitu orang lain tahu bahwa kita bekerja di sebuah lembaga zakat (apapun bidang/divisinya), pertanyaan-pertanyaan seputar zakat tak dapat terhindarkan, kapanpun dimanapun.

3. Pentingnya berpikir secara kreatif maupun makro dalam menanggapi isu zakat nasional. Potensi zakat dalam negeri yg begitu besar akan dapat dioptimalkan jika terjadi sinergi dari berbagai pihak dalam pengelolaannya. Pun jangan lagi memandang bahwa zakat hanya sekedar karitas sesaat saja.

4. Terakhir, pentingnya senantiasa mengikhlaskan diri dalam belajar maupun bekerja. :)

Kamis, 22 November 2012

Jurnal Harian 1: Lagi-lagi Soal Keunikan


Sudah dua hari ini saya menjalani pelatihan untuk menjadi seorang amil profesional. Yah, mungkin bagi sebagian orang, kata itu sangat terkesan asing di telinga, apalagi untuk sebuah profesi.

Jadi, apa itu amil?

Mudahnya, amil adalah seseorang yg bertugas mengelola dan mendistribusikan dana zakat maupun infaq shadaqoh. Kalau mengutip perkataan salah satu pemateri, Bapak Fatchuri, amil itu pekerjaan yang luar biasa. SK-nya langsung diturunkan oleh Allah melalui qur'an, job desc-nya dijelaskan oleh Rasulullah melalui hadits, dan SOP-nya dirancang oleh para ulama melalui ijtihad. Bukan main-main, ganjarannya syurga di akhirat kelak. :)

Jujur saja, sebelumnya tidak ada bayangan saya untuk menekuni profesi ini saat masih duduk di bangku kuliah, apalagi ketika  masih berseragam putih abu-abu. Intinya, saya hanya ingin memberikan kontribusi kepada masyarakat melalui kerja-kerja nyata, apapun bentuknya. Titik.

Tapi kelihatannya Allah memberikan saya petunjuk untuk mengabdi melalui jalan yang tidak pernah diduga oleh saya sebelum ini. :)

---

Ada hal-hal menarik yang bisa saya dapatkan dari materi hari kedua kemarin. Lagi-lagi soal keunikan manusia.

Pada suatu sesi, salah seorang pemateri mengatakan kurang lebih begini:

"Selalu ada jalan bagi seseorang untuk beramal di sini, asalkan ada niat. 

Seorang fotografer dapat menyumbangkan keahliannya dengan mengabadikan momen-momen berharga dan menyebarkannya melalui media. 

Seorang trainer dapat memberikan ilmu yg dimilikinya untuk mengembangkan potensi orang-orang di sekitarnya.

Seorang simpul massa dapat mengajak lingkar-lingkar massanya untuk mau berkontribusi dalam berbagai macam hal.

Seseorang yang memiliki waktu luang dapat mendedikasikan wakunya untuk hal-hal yang memberikan kebermanfaatan luas."

Begitu juga dg seorang penulis, juru masak, guru, ahli fisika, dan sebagainya. Semuanya dg keunikan potensi yg dimiliki oleh masing-masing individu. Ingat, intinya asalkan ada niat. :)

---

Rasanya kurang lengkap tanpa menutup tulisan ini dg salah satu kutipan favorit saya.

"Sakura adalah sakura, azalea adalah azalea. Mereka semua tampak cantik karena berbeda. Manusia sama seperti bunga, tak perlu tampak sama. Setiap orang harus berusaha untuk mekar dan menampakkan keindahan sendiri-sendiri."
(Yamazaki Tanpopo - Imadoki)

Wallahu'alam bishshawab.

Selasa, 20 November 2012

Renungan Kakus

Postingan kali ini cukup tak penting, sungguh. Jadi, feel free untuk mengabaikannya ya.

---

Pada hari ini, saya (kembali) menggunakan toilet untuk buang air besar di tempat yang baru pernah saya kunjungi untuk pertama kalinya. Selagi menikmati fasilitas toilet tersebut, sejumlah ide melompat-lompat dalam pikiran saya. Entah kenapa, saya merasa perlu untuk membagikan ide- ide itu. Akan saya uraikan dengan singkat, kurang lebih begini:

Bagi saya, setidaknya ada dua indikator yang menandakan bahwa seseorang telah dapat dikatakan mempunyai rasa memiliki terhadap suatu lingkungan (fisik). Rasa memiliki yang saya maksud adalah perasaan dimana seseorang menganggap lingkungan tersebut sama seperti rumah tempat tinggalnya sendiri. Berikut adalah indikatornya:

Pertama, orang itu tidak akan mengotori lingkungan tersebut dengan membuang sampah sembarangan ataupun perilaku lainnya. Alasannya? Saya yakin orang dengan akal sehat tidak akan mengotori rumahnya sendiri. (Walaupun standar seseorang dalam kebersihan dan kerapihan sangat variatif)

Kedua, orang itu nyaman untuk buang air di toilet yang ada di lingkungan tersebut. Alasannya? Kurang lebih seperti perkataan yang sering diucapkan oleh sebagian orang, "Ah, gua ngga bisa kalau ngga BAB di kamar mandi rumah gua sendiri! Ngga nyaman di tempat lain."

Well, itu pendapat saya. Kamu? :)

---

Pernah melihat gayung dengan bentuk hati? Kalau saya, kebetulan baru saja melihatnya lagi untuk kesekian kalinya. Nah, tulisan ini akan saya tutup dengan filosofi (asal) dari gayung tersebut yang saya renungkan dengan begitu cermat di dalam toilet.
"Rasanya saya mengerti mengapa gayung yang letaknya di kamar mandi ini dibentuk seperti hati. Agaknya dia ingin mengajarkan bahwa kita tetap perlu melibatkan hati dalam setiap tindakan yang kita lakukan, sekalipun di tempat-tempat yang tidak terlihat oleh orang lain (seperti kamar mandi)."